HOME

SELAMAT DATANG DI BLOG RIZQI

Kamis, 16 Juni 2016

MUSYAQQAH


BAB II
PEMBAHASAN
.          MUSAQAH
1.      Pengertian Musaqah
      Menurut bahasa, musaqah diambil dari kata dasar as-saqyu (pengairan). Sedangkan menurut syara’, musaqah adalaha kerjasama perawatan tanaman seperti menyirami dan lain sebagainya dengan perjanjian bagi hasil atas buah atau manfaat yang dihasilkan[1].
      Dalam Fathul Qarib diterangkan bahwa
وَهِىَ لُغَةً مُشْتَقَّةٌ مِنَ السَّقِىْ وَ شَرْعًادَفْعُ الشَّخْصِ نَخْلًا اَوْشَجَرَعِنَبَ لِىمَنْ يَتَعَهَّدُهُ بِسَقٍى وَتَربْبِيَةٍ عَلَى اَنَّ لَهُ قَدْرًا مَعْلُوْمًا مِنْ ثَمَرِهِ.
kata musaqat/musaqah nerasal dari kata saqi (mengairi). Sedangkan menurut pengertian syara’ ialah perlakuan seseorang dalam bentuk penyerahan kepada seseorang (yang lain)untuk mengairi atau merawat pohon kurma atau anggur di atas perjanjian, bahwa bagi orang yang menerima penyerahan akan ikut memperoleh bagian buahnya yang sudah ditentukan[2].
     Musaqah hampir serupa dengan mudharabah dalm segi tugas menangani sesuatu dengan nilai tukar berupa sebagian hasil, dan dalam segi tidak jelasnya nilai tukar. Musaqah juga serupa dengan sewa-menyewa (ijarah) dalam segi mengikat dan pembatasan waktu[3].
     Dari beberapa penjelasan di atas maka dapat disimpulkan bahwa musaqah adalah usaha kerja sama yang dilakukan antara pemilik kebun dengan pekerjanya yang disepakati bersama dalam pembagian hasil dari apa yang dihasilkan sehingga baik pekerja dan pekebun sama untungnya dengan mengerjakan tugas masing-masing.

2.         Rukun dan Persyaratan Musaqah
     Musaqah sendiri terjadi terjadi karena banyak orang yang mempunyai kebun tetapi tidak dapat memelihara, sedangkan yang lain tidak mempunyai kebun tetapi sanggup bekerja. Maka dengan adanya peraturan ini keduanya dapat hidup dengan baik, hasil negara pun bertambah banyak dan masyarakat bertambah makmur.
     Musaqah diberlakuakan berdasarkan hadits shahih melalui jalur Ibnu Umar ra.
عَنْ ابْنُ عُمَرَ اَنَّ النَّبِىَّ صَلَى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَمَ عَامَلَ اَهْلَ خَيْبَرَ بِشَرْطِ مَا يَخْرُجُ مِنْهىَا مِنْ ثَمَرٍ اَوْزَرْعٍ.
Dari Ibnu Umar ra. “Sesungguhnya Nabi Saw. telah memberikan kebun beliau kepada penduduk Khaibar agar dipelihara oleh mereka dengan perjanjian. Mereka akan diberi sebagian dari penghasilannya, baik dari buah-buahan ataupun hasil pertahun (palawija).(HR. Muslim)[4].

·           Rukun Musaqah
Rukun musaqah ada lima macam, yaitu para pihak yang mengadakan akad, objek, buah, tugas pekerjaan, dan shigat.
ü  Pihak yang mengadakan akad
ü  Objek
ü  Buah
ü  Tugas pekerjaan
ü  Shigat
·           Persyaratan Musaqah
ü  Persyaratan Para Pihak yang Mengadakan Akad
Para pihak yang mengadakan akad musaqah harus memiliki kewenangan melakukan perbuatan hukum untuk dirinya (missal dia harus balig, berakal sempurna dan cakap), karena musaqah merupakan muamalah atas kekayaan seperti akad qiradh atau mudharabah. Sehingga m,usaqah yang dilakukan oleh anak-anak atau orang gila hukumnya tidak sah, kecuali melalui prosedur perwalian terhadap mereka. Itu pun ketika ada kemaslahatan.

ü  Persyaratan Objek Pekerjaan
Objek pekerjaan (sesuatu yang menjadi muara shigat akad musaqah) hanya untuk menangani perawatan kebun kurma dan anggur. Jika keduanya telah ditanam, hendaknya memperkirakan kapan pohon tetap utuh dan dapat berubah, dan pembagian hasil buah sudah diketahui misalnya sepertiga atau seperempat seperti akad qiradh. Jika keduanya sudah terlihat serta berbungan di tangan pekerja dan buahnya belum tampak matang agar akad musaqah sah, disyaratkan melihat batang pohonnya menurut al-madzab. Sedangkan akad musaqah dikatakan tidak sah apabila mengadakan akad musaqah terhadap selain tanaman kurma dan anggur dari berbagai macam tanaman berbuah.

ü  Persyaratan Shigat Akad
Shigat musaqah harus mengandung pernyataan ijab. Contohnya, “Saya mengadakan akad musaqah denganmu berkenaan dengan pohon kurma ini dengan bagi hasil sekian”, “Saya serahkan tanaman kurma ini kepadamu supaya kamu merawatnya dengan hasil sekian” atau “Bekerjalah di kebun kurma saya”,”Rawatlah kebun kuram saya dengan bagi hasil sekian.” Dengan demikian, nilai tukar harus disebutkan.

ü  Syarat Sah Akad Musaqah
Syarat sah musaqah adalah sebagai berikut:
o    Pertama, buahn dikhususkan untuk pemilik dan pekerja, sehingga tidak boleh menyertakan persyaratan bahwa sebagian buah menjadi milik seseorang selain mereka. Mereka bersekutu di dalam buah yang diperoleh, sehingga tidak boleh menyertakan persyaratan bahwa seluruh buah menjadi salah seorang dari mereka.
o    Menurut pendapat azhar, akad dilakukan setelah buah mulai terlihat dan sebelum tampak matang. Sehingga ketika pemilik dan pekerija mengadakan akad musaqah saat baru menanam tanaman, maka akad tidak sah atau tidak dapat diteruskan.
o    Ketiga, musaqah harus dibatasi dengan waktu yang pada umumnya pohon dapat berbuah dan dengan rincian bagi hasil buah yang sudah diketahui secara akurat.
o    Keempat, pemilik tidak dibenarkan menekan pekerja supaya melakukan pekerjaan yang buikan nagian dari jenis pekerjaan dalam musaqah yang telah biasa dilakukan oleh pekerja, seperti menggali sumur. Sehingga jika pemilik mensyaratkan demikian, akad tidak sah karena hal tersebut merupakan kotrak kerja dengan uang kontrak yang tidak jelas. Selain itu telah terjadi penentuan syrat akad dalam sebuah akad lain.
o    Kelima, pekerjaan dan kewenangan merawat kebun hanya dilakukan oleh pekerja. Oleh karena itu jika intervensi pemilik menjadi syarat dalam pekerjaan, maka akad musaqah hukumnya batal. Namun ada pendapat lain (al-madzab), apabila anak pemilik dilibatkan dalam pekerjaan bersama pekerja, tanpa menyertakan syarat menguasai dan bersekutu dalam regulasi (tata usaha), maka akad tersebut hukumnya sah.
o    Keenam, master plan pekerjaan sudah diketahui, tanpa meninggalkan prediksi time schedule yang akan dijalani, seperti satu tahun lebih sampai pada suatu masa tanaman lazim dipetik buahnya. Menurut pendapat ashah hukum pembatasan waktu musaqah sampai tanaman berbuah adalah tidak boleh. Karena tanaman tidak diketahui kapan mulai dan mengakhiri berbuah.[5]

3.         Tugas Pekerja dan Kewajiban Pemilik Perkebunan
     Menurut pendapat ashah, tugas pekerja ialah bekerja terbaik, konsisten, telaten hingga menciptakan kualitas buah terbaik, berkembang atau bertambah banyak. Misalnya, mengawinkan, menyiram, mengawasi, dan memotong buah serta mengeringkannya, membersihkan saluran irigasi, memotong rerumputan yang mengganggu dan sejenisnya, serta memperbaiki penampungan air di sekeliling pohon supaya pohon dapat menyerap air.
     Apabila diperhatikan, bentuk pekerjaan merawat tanaman ada dua macam.
     Pertama, pekerjaan yang manfaatnya kembali ke buah, dalam hal ini menjadi tanggung jawab pekerja.
     Kedua, Pekerjaan yang manfaatnya kembali ke pohon, dalam hal ini menjadi tanggung jawab pemilik perkebunan. Maka atribut terkait keutuhan dan kesehatan pohon menjadi kewajiban pemilik. Seperti membuat pagar keliling, menggali irigasi baru, menyediakan peralatan penggalian yang dikerjakan oleh pekerja.[6]
     Dari penjelasan di atas dapat disimpulkan bahwa terdapat pembagialan batasan wilayah baik terhadap pekerja maupun pemilik kebuh yaitu apabila setiap pekerjaan manfaatnya klembali ke buah itu merupakan kewajiban pekerja setiap tahunnya secara ber ulang-ulang, sedangkan setiap pekerjaan yang manfaatnya kembali ke pohonnya maka itu kewajiban pemilik setiap tahunnya berulang-ulang.


4.         Sengketa Pekerja dengan Pemilik Perkebunan
     Ketika pekerja dan pemilik perkebunan bersengketa dalam masalah nilai tukar yang telah dijanjikan, lalu pekerja berkata, “Kamu telah menjanjikan saya mendapat separuh dari buah yang dihasilkan,” dan pemilik menjawab, “Saya menjanjikan kamu mendapat sepertiganya,” maka mereka sama-sam berhak melakukan sumpah, karena mereka berstatus sebagai para pihak yang mengadakan akad dan berselisih da;lam hal nilai tukar yang dijanjikan tanpa disertai saksi. Sehingga mereka sama-sama berhak melakukan sumpah. Sama seperti kedua pihak yang mengadakan akad jual beli keteika mereka berselisih penbdapat tentang nilai tukar. Dalam hai demikian akad menjadi batal atas kerelaan masing-masing, atau berdasarkan amar putusan yang dibacakan hakim





BAB III
PENUTUP

            Musaqah hampir serupa dengan mudharabah dalm segi tugas menangani sesuatu dengan nilai tukar berupa sebagian hasil, dan dalam segi tidak jelasnya nilai tukar. Musaqah juga serupa dengan sewa-menyewa (ijarah) dalam segi mengikat dan pembatasan waktu. Musaqah sendiri berasal dari bahasa arab yang artinya mengairi.
            Dalam pelaksanaannya musaqah ada beberapa rukun yang harus diperhatikan seperti pihak yang mengadakan akad, objek pekerjaan, buah, tugas pekerjaan dan shigat selain itu juga ada persyaratan yang menjadikan akad musaqah sah tidaknya.
            Pemilik dan pekerja memiliki kewajiban masing-masing tergantung dari manfaat yang dikembalikan baik pada manfaat yang kembali pada buah atau pohonya. Jika manfaatnya kembali pada buahnya maka itu kewajiaban pekerja, sedangkan apabila manfaatnya kembali pada pohonnya maka itu kewajiban dari pemilik kebun.
            Apabila terjadi persengketaan terhadap pemilik dan pekerja terhadap nilai tukar, maka kedfuanya berhak bersumpah atas pengakuan mereka karena mereka berstatus sebagai pihak yang mengadakan akad.





DAFTAR PUSTAKA

Muhammad, Asy-Syekh. 1991. Fathul – Qarib. Surabaya: Al – Hidayah.


Rasjid, Sulaiman. 2012. Fiqih Islam. Cet. Ke- 58. Bandung: Sinar baru       Algensindo.

Zuhaili, Wahbah. 2010. Fiqih Imam Syafi,I 1. Jakarta: Almahira.





[1]  Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira, 2010),hlm.289.
[2] Asy-Syekh Muhammad bin Qasim Al-Ghazy, Fathul – Qarib (Surabaya: Al-Hidayah, 1991),hlm.419-            420.
[3]  Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira, 2010),hlm.289.
[4]  Sulaiman Rasjid, Fiqih Islam cet. 58 (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 2012),hlm.300-301.
[5]  Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira, 2010),hlm.292-294.

[6]  Wahbah Zuhaili, Fiqih Imam Syafi,I 1 (Jakarta: Almahira, 2010),hlm.297-298.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar