BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang.
Nabi Muhammad adalah utusan Allah yang membawa
risalah, dan hingga saat ini risalahnya di ikuti oleh masyarakat luas dari
berbagai macam ras. Sebuah perjuangan yang tak ternilai harganya karena telah
melewati berbagai macam tantangan yang sangat berat, hambatan dan ancaman dari
musuh orang muslimin. Dalam mengemban misi dakwah rasulullah sering mendapat
penghinaan, pemboikotan sampai ancaman pembunuhan. Kehidupan yang tidak pernah
lepas dari tantangan ini membuat beliau dan pengikutnya mencari alternatif agar
keluar dari lingkungan yang tidak menunjang, menuju lingkungan yang bisa
memberi peluang untuk melestarikan agama Allah.
Dengan berdasarkan hal
tersebut, maka Nabi dan pengikutnya meninggalkan kota Mekkah yang merupakan
tempat kelahiran beliau untuk mencari tempat yang strategis dalam menyusun
berbagai macam cara mempertahankan agama islam.
Setelah terjadinya
peristiwa baiat Aqabah kedua, Rasulullah dan kaum muslimin memilih kota Yasrib
( Madinah ) sebagai tempat untuk berlabuh. Disinilah Islam berhasil
memancangkan tonggak Negara di tengah padang pasir yang bergelombang kekufuran
dan kebodohan, dan hal ini merupakan hasil terbaik selama yang diperoleh Islam
semenjak memulai dakwah.
Peristiwa ini merupakan pilihan
terbaik untuk menjaga agama Allah. Dan hijrah ini pula merupakan peristiwa penting
dalam sejarah dakwah Islam, karena hal itu merupakan awal kemenangan jihad
Rasulullah dalam menyampaikan dakwah. Bahkan, penentuan awal tahun agama Islam
dimulai dengan awal terjadinya hijrah kaum muslimin dari Mekkah ke Madinah.
Peristiwa Rasulullah saw. ini merupakan salah satu sejarah agama Islam yang
sangat menarik untuk di kaji.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana terbangunnya komunitas muslim di
Madinah?
2.
Apa piagam Madinah dan sejimlah implikasinya?
3.
Bagaimana peletakan dasar-dasar dan konsepsi
islam dalam peradaban social kemasyarakatan di Madinah?
4.
Bagaimana Madinatul al-Munawwarah dan tipe
cally ( amisal ) komunitas muslim?
C. Tujuan
1.
Mengetahui bagaimana terbangunnya komunitas muslim di
Madinah.
2.
Mengetahui
Apa piagam Madinah dan sejumlah
implikasinya.
3.
Mengetahui
Bagaimana peletakan dasar-dasar dan konsepsi islam dalam peradaban social
kemasyarakatan di Madinah.
4.
Mengetahui
Bagaimana Madinatul al-Munawwarah dan tipe cally (amtsal) komunitas
muslim.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pentahapan terbangunnya komunitas muslim di Madinah
Pada tahun 616 M, setelah cara-cara diplomatik
dan bujuk rayu yang dilakukan oleh kaum kafir Quraisy gagal, mereka menempuh
cara baru dengan melumpuhkan kekuatan Muhammad yang bersandar pada perlindungan
Bani Hasyim. Cara yang ditempuh adalah pemboikotan. Mereka memtuskan segala bentuk hubungan
dengan suku ini. Tindakan pemboikotan ini terjadi pada tahun ke 7 kenabian yang
berlangsung selama 3 tahun. Ini merupakan tindakan paling menyiksa dan
melemahkan umat islam.
Pemboikotan itu berhenti setelah beberapa
pemimpin Quraisy menyadari bahwa apa yang mereka lakukan adalah suatu tindakan
yang keterlaluan. Namun, tidak lama kemudian Abu Thalib yang merupakan
pelindung utamanya meninggal dunia dalam usia 87 tahun. Tiga hari setelah itu,
Khadijah istri nabi meninggal dunia pula. Tahun ini merupakan tahun kesedihan
bagi Nabi Muhammad SAW.
Untuk menghibur Nabi yang sedang ditimpa duka,
Allah mengisra’ dan memi’rajkan beliau pada bulan ke-10 kenabian. Setelah
peristiwa Isra’ dan Mi’raj, suatu perkembangan besar bagi kemajuan dakwah Islam
muncul. Perkembangan datang dari sejumlah penduduk Yatsrib yang berhaji ke
Makkah (Yatim, 2008: 24).
Menurut Philip K. Hitti dalam bukunya History
of Arab (2002: 131), Yatsrib adalah kota penting ke tiga di Hijaz setelah
Taif dan Mekah. Kota Yatsrib terletak di sebelah utara kota Makah dan terletak
pada jalur rempah-rempah. Tanah di wilayah itu sangat cocok untuk ditanami poho
kurma. Di tangan penduduk Yahudi, tepatnya Bani Nadhir dan Bani Quraidzah, kota
itu menjadi pusat pertanian yang terkemuka. Orang-orang Yahudi merupakan suku
Arab keturunan Aramaik yang telah menganut agama Yahudi. Sangat mungkin bahwa
orang-orang Yahudi penutur bahasa Aramaik itu telah mengubah nama Yatsrib ke
dalam bahasa Aramaik, Madinta. Yang menjadi asal-usul nama Madinah yang berarti
“kota” (Nabi). Dua suku utama non Yahudi di kota itu adalah suku Aus dan
Khazraj, yang berasal dari Yaman.
Penduduk Yatsrib yang berhaji ke Makkah,
memeluk Islam dan membuat perjanjian dengan kaum muslim. Setiap orang bersumpah
bahwa mereka tidak akan saling menyerang, dan akan mempertahankan satu sama
lain dari kemungkinan serangan musuh bersama. Lambat laun pada tahun 622 M,
keluarga-keluarga Muslim dari Makah pergi satu demi satu dan melakukan hijrah
ke Yatsrib. Nabi Muhammad yang pelindungnya baru saja meninggal, hampir
terbunuh sebelum akhirnya ia dan Abu Bakar dapat meloloskan diri dan hijrah ke
Yatsrib.
Hijrah ini menandai awal era muslim, karena
pada titik inilah Nabi Muhammad mampu menerapkan gagasan Al-Quran secara
maksimal dan Islam menjadi sebuah faktor dalam sejarah. Ini adalah sebuah
langkah revolusioner. Hijrah bukan hanya perubahan tempat tinggal, di Arab
pra-Islam suku merupakan nilai suci. Meniggalkan kelompok yang masih memiliki
hubungan darah dan berhubungan dengan kelompok lain yang tidak memiliki
hubungan darah adalah suatu hal yang belum pernah didengar, pada prinsipnya hal
ini dianggap menghina Tuhan. Dan kaum Quraisy tidak dapat menerima hal
tersebut, mereka bersumpah akan memusnahkan ummah di Yatsrib.
Selama tahun-tahun awal di Madinah, terdapat
dua perkembangan yang penting. Nabi Muhammad sangat bersemangat dengan prospek
kerja sama dengan suku-suku Yahudi, dan bahkan tepat sebelum hijrah telah
memperkenalkan beberapa ibadah (seperti shalat jumat, pada saat kaum Yahudi
tengah mempersiapkan hari Sabat, dan puasa pada Hari Pertobatan Yahudi) untuk
menyetarakan Islam secara lebih dekat dengan Yudaisme. Kekecewaan yang ia
rasakan adalah saat kaum Yahudi Madinah menolak menerimanya sebagai seorang
nabi asli, ini merupakan salah satu peristiwa terbesar dalam hidupnya. Bagi
kaum Yahudi, era kenabian telah habis. Maka tidak mengejutkan bila mereka tidak
dapat menerima Nabi Muhammad, tetapi polemik dengan kaum Yahudi Madinah ini
menempati suatu proporsi yang signifikan dalam Al-Quran dan menunjukkan bahwa
kasus ini menyulitkan Nabi Muhammad. Beberapa diantara cerita tentang nabi,
seperti Nuh atau Musa, dalam Al-Quran berbeda dengan cerita dalam Injil. Banyak
diantara kaum Yahudi mengejek perbedaan ini, saat bagian tersebut dibacakan di
Masjid. Ketiga suku Yahudi utama (Nadhir, Qainuqa, dan Quraidzah) juga merasa
tersinggung dengan pengaruh Nabi Muhammad, mereka membentuk sebuah blok yang
kuat sebelum kedatangan Nabi Muhammad ke pemukiman tersebut, dan kini mereka
merasa terhina dan bertekad untuk menyingkirkannya (Armstrong, 2001: 20).
Akan tetapi, beberapa di antara kaum
yahudi,dalam klan-klan yang lebih kecil, bersikap ramah dan menambah
pengetahuan Muhammad mengenai kitab suci yahudi.khususnya,ia senang mendengar
bahwa di dalam kitab kejadian,Ibrahim memiliki dua anak laki-laki:ishaq dan
ishmael(dan di arab disebut Ismail) anak dari istrinya yang bernama Hajar. Ibrahim
dipaksa meninggalkan Hajar dan Ismail di gurun pasir, tetapi Tuhan telah
menyelamatkan mereka dan berjanji bahwa Ismail juga akan menjadi moyang bagi
sebuah bangsa yang hebat Arab. Tradisi setempat menyatakan bahwa hajar dan
ismail telah bermukim di Mekah; bahwa Ibrahim telah mengunjungi mereka disana;
dan bahwa Ibrahim dan Ismail telah bersama-sama membangun kembali Ka’bah (yang
pada awalnya telah dibuat oleh Adam tetapi telah rusak). Ini layaknya musik
bagi telinga Muhammad. Tampak bahwa akhirnya orang arab tidak dikesampingkan,
dan bahwa Ka’bah memiliki dokumen monoteistik yang patut dimuliakan.
Pada 624 M, jelaslah bahwa sebagian besar kaum
Yahudi Madinah tida pernah berdamai dengan nabi. Muhammad juga terkejut karena
mengetahui bahwa kaum Yahudi dan Kristen (yang telah dianggapnya sebagai bagian
dari sebuah keyakinan tunggal), pada kenyataannya memiliki perbedaan teologis
yang serius, walaupun tampaknya ia berpikir bahwa tidak semua ahl al-kitab
mengakui sekretarianisme yang kurang terhormat ini. Pada januari 624 M, ia
melakukan sesuatu yang menjadi salah satu dari gerak tubuhnya yang paling
kreatif. Masih dalam keadaan shalat, ia memberitahu jamaah untuk berputar,
sehingga mereka berdoa mengarah ke Mekah dan bukan Yerusalem. Perubahan qiblah
ini merupakan pernyataan kemerdekaan. Dengan berpaling dari Yerusalem ke Ka’bah
yang tidak memiliki kaitan dengan Yahudi atau Kristen, Muslim ingin menunjukkan
bahwa mereka memeluk monoteisme Ibrahim yang murni dan asli. Ibrahim hidup
sebelum Taurat maupun Injil diturunkan, dan karena itu, sebelum agama yang
memiliki satu Tuhan terpecah-pecah menjadi banyak sekte yang saling berperang.
Kaum Muslim hanya mengarahkan diri mereka kepada Tuhan semata; menyembah sistem
manusia atau agama yang telah ditetapkan, bukannya Tuhan itu sendiri adalah
sama dengan agama pagan.
Seperti mereka yang memecah belah keutuhan
keyakinan mereka dan menjadi sekte-sekte kamu tidak dapat melakukan apa-apa
pada mereka. Katakan: Ketahuilah, sang Penjagaku menuntunku ke jalan yang lurus
melalui sebuah keyakinan yang benar dan abadi dengan jalan Ibrahim, yang
berpaling dari semua yang palsu, dan bukan tentang mereka yang menganggap
dirinya memiliki sifat-sifat Tuhan di samping Dia. Katakan: Ketahuilah,
sembahyangku dan semua ibadahku, hidup dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan
semesta alam.
Perubahan qiblah berlaku bagi semua Muslim di
Arab, terutama bagi para pendatang yang pindah dari Mekah. Orang-orang muslim
tidak mau lagi menempel di punggung orang-orang yahudi dan Kristen yang
mengejek aspirasi mereka tanpa bisa berbuat apa-apa, namun akan mengambil jalan
langsung mereka sendiri menuju Tuhan.
Perkembangan penting kedua terjadi tak lama
setelah perubahan qiblah. Muhammad dan para pendatang dari Mekah tidak
mempunyai sarana untuk hidup di Madinah; tidak cukup lahan bagi mereka untuk
bertani dan mereka adalah para pedagang dan pelaku bisnis yang tidak
tahu-menahu urusan pertanian. Orang-orang Madinah, yang disebut sebagai ansar (kaum
penolong) tidak dapat terus-menerus menghidupi kaum pendatang ini dengan cuma-cuma,
sehingga para imigran terpaksa berpaling menempuh jalan gazw, semacam ”serangan”,
yang dapat disebut sebagai sejenis olahraga nasional Arab, namun menjadi sarana
yang sederhana sekaligus efektif untuk meredistribusi kekayaan di
wilayah-wilayah yang kekurangan. Regu penyerang akan menyergap sebuah karavan
atau kafilah dari suku pesaing dan merebut barang bawaan serta ternak mereka,
berhati-hati untuk tidak membunuh orang karena hal ini bisa berarti
pertempuran.para pendatang yang telah diserang dan dipaksa untuk meninggalkan
rumah mereka oleh pihak Quraisy mulai melakukan gazw melawan kafilah
mekah yang kaya, yang memberi mereka penghasilan. Ketika orang-orang Mekah
mendengar hal tersebut, pihak Quraisy mengirimkan tentara dan orang-orang
Muslim mengalahkannya di sumur Badar.
Kemudian terjadilah hari-hari yang melelahkan
bagi ummah, nabi Muhammad harus menghadapi sikap permusuhan kalangan di
Madinah, yang menghina kekuatan para pendatang baru (Muslim) dan berniat
mengusir mereka dari kawasan pemukiman tersebut. Pada 625 M, pihak Mekah mengalahkan ummah
dalam perang Uhud, namun dua tahun kemudian orang-orang muslim mengalahkan
orang-orang Mekah dalam perang Khandak. Kemenangan tersebut meyakinkan
suku-suku nomad bahwa Nabi Muhammad adalah pemimpin baru. Banyak suku ingin
menjadi sekutu ummah, dan Nabi Muhammad mulai membangun sebuah
konfederasi suku yang tangguh yang anggotanya berjanji untuk tidak saling
menyerang dan akan melawan musuh.
Beberapa orang Mekah juga mulai menyeberang dan berhijrah ke Madinah. Tidak
satu pun diantara orang-orang Quraisy yang dipaksa masuk Islam, namun
kemenangan Nabi Muhammad meyakinkan beberapa penentangnya yang paling keras
seperti Abu Sufyan, bahwa agama mereka yang lama tidak memberikan apa-apa.
Ketika Nabi Muhammad meninggal pada 632 M, hampir semua suku di Arabia
bergabung dengan ummah sebagai konfederasi atau sebagai muslim baru.
Akhirnya setelah lima tahun menempuh resiko dan bahaya, Nabi Muhammad menjadi
yakin bahwa ummah akan bertahan hidup (Armstrong, 2001: 22-24).
B. Piagam Madinah dan sejumlah implikasinya
Aktivitas yang sangat penting dan tugas besar yang dilakukan oleh Nabi
setelah menetap di Madinah pada tahun pertama hijrah adalah membangun masjid di
Quba, dan menata kehidupan sosial politik masyarakat kota itu yang bercorak
majemuk. Pembangunan masjid itu dari segi agama berfungsi sebagai tempat
beribadah kepada Allah, sedangkan dari segi sosial berfungsi sebagai tempat
mempererat hubungan antar komunitas.
Langkah berikut Nabi adalah menata kehidupan sosial-politik
komunitas-komunitas di Madinah. Sebab, dengan hijrahnya kaum Muslimin dari
Makkah ke kota itu, masyarakat semakin bercorak heterogen dalam hal etnis dan
keyakinan. Diantaranya adalah komunitas Arab muslim dari Makkah, komunitas Arab
Madinah dari suku Aus, komunitas Khazrajmuslim, komunitas Yahudi, dan komunitas
Arab Paganis. Melihat kondisi masyarakat yang heterogen ini, Nabi mengambil dua
langkah. Langkah pertama, menata intern kehidupan kaum muslimin, yaitu
mempersaudarakan antara kaum Muhajirin dan kaum Anshar secara efektif.
Persaudaraan ini bukan diikat oleh hubungan darah dan kabilah, melainkan atas
dasar ikatan iman (agama). Inilah awal terbentuknya komunitas Islam untuk
pertama kali, yang menurut Hitti, merupakan “suatu miniatur dunia Islam”.
Kedua, Nabi mempersatukan antara kaum mulimin, kaum Yahudi dan suku-suku yang
lainnya melalui perjanjian tertulis yang dikenal dengan “Piagam madinah” pada
tahun 622 M.
Piagam Madinah memuat nilai-nilai yang sangat penting, terutama dalam hal
kesetaraan antarwarga, kebebasan beragama dan jaminan keamanan. Ketiga hal ini
menjadi nilai yang sangat penting apalagi nilai-nilai tersebut merupakan
keniscayaan dalam konsep demokrasi. Muatan piagam ini menggambarkan hubungan
antara Islam dengan agama dan suku-suku yang lain diletakkan dalam bingkai
ketatanegaraan dan undang-undang, untuk menata kehidupan sosial politik
masyarakat Madinah (Pulungan, 1995: 79-81).
Isi
piagam Madinah antara lain :
1.
Kebebasan agama terjamin untuk semua kelompok.
2. Kewajiban
saling membantu dan menolong antara penduduk madinah muslim dan yahudi madinah.
3. Setiap masyarakat
berkewajiban mempertahankan keamanan negeri dari serangan musuh.
4. Saling
mengadakan kerjasama antar penduduk madinah dalam rangka menjaga keamanan
kondisi Madinah.
5. Rasulullah
sebagai pemimpin tertinggi di Madinah.
Piagam
Madinah merupakan konteks perjanjian tertulis yang pertama dalam sejarah
manusia dan termodern. Sebelum masyarakat mengenal undang-undang tertulis,
penduduk Madinah sudah mempunyai sebuah peraturan yang menjamin kehidupan dan
kerukunan masyarakat dan merupakan khazanah penting dalam pembentukan sebuah
bangsa yang dikenali dalam konteks sosio-politik modern.
Implikasi piagam madinah
adalah
1. Semua kaum
bertanggungjawab mempertahankan madinah.
- Penduduk madinah harus sama-sama pertahankan
madinah tidak kira yangberagama islam atau bukan
islam daripada serangan musuh.
- Tidak dibenarkan
mengadakan hubungan dengan musuh islam yang bertujuanmenentang negara islam di
madinah
- Semangat cinta akan kota madinah dipupuk dalam
kalangan masyarakat bagimenghindari
permusuhan sesama sendiri.- Perbezaan agama tidak menghalang seseorang
itu daripada diterima menjadirakyat dalam negara.
2. Menjamin kebebasan kaum yahud.
- Masyarakat di madinah di beri
kebebasan untuk menganut dan mengamalkanibadat agama mereka sendiri.
- Ini untuk mengelakkan kaum
yahudi menyebarkan agamma mereka di madinahdan
mengelakkan permusuhan kaum.
- Islam menghormati kebebasan
beragama.
- Tiada paksaan dalam kepercayaan
seseorang adalah antara perkara yang dipersetujui oleh baginda dalam piagam
ini.
3. Terbentuk sebuah kerajaan islam yang kuat dan utuh.
- Masyarakatnya bebas berhimpun untuk
membincangkan masalah politik dan permasalahan negara.
- Ia mampu wujudkan satu masyarakat yang kuat dan
bersatu padu, malahmadinah adalah hak milik bersama.
- Piagam ini mengakui hak dan tanggungjawab
penduduk madinah termasuk orang yang bukan
islam.
- Mendapat hak perlindungan dan keselamatan yang
sama dari segi keadilan dan perundangan.
4. Kebebasan setiap pendudk (https://www.scribd.com/doc/56985966/implikasi-piagam-madinah, diakses 25
April 2015).
C. Peletakan dasar-dasar dan konsepsi Islam dalam peradaban sosial
kemasyarakatan di Madinah
Setelah tiba dan diterima penduduk Yatsrib
(Madinah), nabi resmi menjadi pemimpin penduduk kota itu. Babak baru dalam
sejarah Islam pun dimulai. Berbeda dengan periode Mekah, periode Madinah Islam
merupakan kekuatan politik. Ajaran Islam yang berkenaan dengan kehidupan
masyarakat banyak turun di Madinah. Nabi Muhammad mempunyai kedudukan, bukan
saja sebagai kepala agama, tetapi juga sebagai kepala negara. Dengan kata lain
dalam diri Nabi terdapat dua kekuasaan, kekuasaan spiritual dan kekuasaan
duniawi. Kedudukannya secara otomatis merupakan kepala negara.
Menurut Badri Yatim dalam bukunya Sejarah
Peradaban Islam (2008: 26), dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara baru
itu, ia segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat.
·
Dasar pertama, pembangunan masjid. Selain untuk tempat
shalat, juga sebagai sarana penting untuk mempersatukan kaum muslimin dan
mempertalikan jiwa mereka, disamping sebagai tempat bermusawarah merundingkan
masalah-masalah yang dihadapi. Masjid pada masa nabi bahkan juga berfungsi
sebagai pusat pemerintahan.
·
Dasar kedua adalah ukhuwah islamiyah. Persaudaraan
sesama muslim. Nabi mempersaudarakan anatara golongan Muhajirin,
orang-orang yang hijrah dari Makah ke Madinah, dan Anshar, penduduk
Madinah yang sudah masuk Islam dan ikut membantu kaum Muhajirin tersebut. Dengan
demikian, diharapkan setiap muslim merasa terikat dalam suatu persaudaraan dan
kekeluargaan. Apa yang dilakukan Rasulullah ini berarti menciptakan suatu
bentuk persaudaraan yang baru, yaitu
persaudaraan berdasarkan agama, menggantikan persaudaraan berdasarkan darah.
·
Dasar ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak
lain yang tidak beragama Islam. Di Madinah, di samping orang-orang Arab Islam,
juga terdapat golongan masyarakat Yahudi dan orang-orang Arab yang masih
menganut agama nenek moyang mereka. Agar stabilitas masyarakat dapat
diwujudkan, Nabi Muhammad mengadakan ikatan perjanjian dengan mereka. Sebuah piagam yang menjamin kebebasan
beragama orang-orang Yahudi sebagai komunitas dikeluarkan. Setiap golongan
masyarakat memiliki hak tertentu dalam bidang politik dan keagamaan.
Kemerdekaan beragama dijamin dan seluruh anggota masyarakat berkewajiban
mempertahankan keamanan negeri itu dari serangan luar. Dalam perjanjian itu
disebutkan bahwa Rasulullah menjadi kepala pemerintahan karena sejauh
menyangkut peraturan dan tata tertib umum, otoritas mutlak diberikan kepada
beliau. Dalam bidang sosial, dia juga meletakkan dasar persamaan antar sesama
manusia. Perjanjian ini, dalam pandangan ketatanegaraan sekarang, sering
disebut dengan Konstitusi Madinah.
Bertitik
tolak dari peletakan dasar masyarakat Islam di Madinah, maka terjadilah
perubahan sosial yang sangat dramatik dalam sejarah kehidupan manusia. Hal ini
disebabkan karena Muhammad dengan ajarannya memberi suasana yang kondusif bagi
timbulnya peradaban manusia dalam segala bidang disamping, kebenaran ajaran
Islam itu sendiri.
Diantara
perubahan yang terjadi yang dibawa oleh Rasulullah adalah:
·
Segi Agama : bangsa Arab yang semula menyembah
berhala berubah menganut agama Islam yang setia.
·
Segi kemasyarakatan : yang semula terkenal sebagai masyarakat yang
tidak mengenal perikemanusiaan, misalnya saling membunuh, tidak menghargai
martabat wanita, berubah menjadi bangsa yang disiplin resprektif terhadap
nilai–nilai kemanusiaan sehingga tidak lagi terlihat eksploitasi wanita, dan
perbudakan.
·
Segi politik : masyarakat Arab tidak lagi sebagai bangsa yang cerai berai
karena kesukuan, tetapi berkat ajaran Islam berubah menjadi bangsa yang besar
bersatu dibawah bendera Islam, sehingga dalam tempo yang relatif singkat bangsa
Arab menjadi bangsa besar yang dikagumi oleh bangsa lainnya (http://endzu99.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-kebudayaan-islam.html,
diakses pada tanggal 25 April 2016).
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam makin bertambah kuat.
Perkembangan Islam yang pesat itu membuat orang-orang Makah dan musuh-musuh
Islam lainnya menjadi risau. Kerisauan ini akan mendorong orang-orang Quraisy
berbuat apa saja. Untuk menghadapi kemungkinan-kemungkinan gangguan dari musuh,
Nabi Muhammad sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk pasukan
tentara. Umat Islam diizinkan berperang
dengan dua alasan :
1.
Untuk mempertahankan diri dan melindungi hak
miliknya,
2.
menjaga keselamatan dalam penyebaran
kepercayaan dan mempertahankannya dari orang–orang yang menghalang–halangi.
D. Madinah Al-Munawwaroh dan tipecally (amtsal) komunitas muslim
Kota Madinah Adalah nama yang digunakan Rasulullah untuk mengganti nama kota Yatsrib,
yaitu salah satu dari dua kota suci umat Islam yang terletak di Saudi Arabia,
Yatsrib berubah nama setelah Nabi hijrah dari Mekkah pada tahun 662 Masehi dan
pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Khulafaur Rasyidin, kota ini menjadi pusat
dakwah dan basis pengembangan Islam sekaligus ibukota Kerajaan Islam pertama di
dunia.
Gelar kota Madinah adalah Madinatul Munawwarah yang artinya Kota yang
bercahaya, Madinah juga masih memiliki 93 nama lainnya diantaranya terkenal
dengan sebutan “Madinatun Nabi” (Kota Nabi), Madinah Ar Rasul (Kota Rasul).
Sejarah kota Madinah sebelum Islam lahir dihuni oleh dua suku bangsa yaitu Arab
dan Yahudi, penduduknya berasal dari penduduk setempat dan dari Arab Selatan
yang pindah ke Yatsrib karena robohnya Bendungan Ma’arib di Yaman dan dikenal
dengan sebutan suku Aus dan suku Khazraj.
Dengan terbentuknya negara Madinah, Islam bertambah kuat sehingga
perkembangan yang pesat itu membuat orang Makkah risau, begitu juga dengan
musuh–musuh Islam. Untuk menghadapi kemungkinan gangguan–gangguan
dari musuh, Nabi sebagai kepala pemerintahan mengatur siasat dan membentuk
pasukan/tentara dari kalangan Anshar dan Muhajirin.
Banyak hal yang dilakukan
Nabi dalam rangka mempertahankan dan memperkuat kedudukan kota Madinah
diantaranya adalah mengadakan perjanjian damai dengan berbagai kabilah di
sekitar Madinah, mengadakan ekspedisi keluar kota sebagai aksi siaga melatih
kemampuan calon pasukan yang memang mutlak diperlukan untuk melindungi dan
mempertahankan negara yang baru dibentuk tersebut.
Akan
tetapi, ketika pemeluk agama Islam di Madinah semakin bertambah maka persoalan
demi persoalan semakin sering terjadi, diantaranya :
a. Orang Yahudi
Pada
awal hijrah ke Madinah, orang Yahudi menerima kehadiran Nabi dan kaum Muslimin
dengan baik. Mereka dapat bersahabat dan menjalin hubungan dengan kaum Muslimin
dengan penuh kekeluargaan. Tetapi setelah mereka mengetahui bahwa Muhammad
adalah Nabi yang terakhir yang bukan berasal dari golongan mereka (Bani Israil)
sebagaimana yang tertulis dalam kitab Taurat dan berpindahnya kiblat dari
Masjidil Aqsa ke Ka’bah serta berhasilnya Rasulullah memegang kekuasaan dan
peranan tinggi di Madinah, maka orang-orang Yahudi mulai mengadakan rongrongan
dari dalam misalnya mengadu domba kaum Aus dan Khazraj, yang merupakan dua suku
besar yang ada di Madinah. Disamping itu, mereka membuat keonaran dikalangan
penduduk Madinah dan melanggar perjanjian yang telah disepakati.
b. Orang Munafik
Rongrongan
terhadap kaum Muslimin di Madinah juga dilakukan oleh kaum Munafik. Yaitu
kelompok yang meskipun mengaku beriman kepada Allah SWT dan Rasul-Nya, akan
tetapi mereka secara rahasia mengadakan tipu daya terhadap kaum muslimin.
Kelompok ini dipimpim oleh Abdullah bin Ubai dengan cara menghasut dan
memprovokasi diantara kaum Muslimin.
c. Orang Quraisy
Kaum
Quraisy yang mengikuti perkembangn Islam di Madinah, makin hari makin merasa khawatir.
Sebab makin hari Islam makin kuat dan berkembang di Madinah. Oleh karena itu
maka rongrongan juga terus dilakukan oleh orang Quraisy yang tidak ingin
melihat Islam semakin berkembang dan menjadi kuat. Mereka berusaha mengadakan
serangan dan tekanan terhadap umat Islam.
Terhadap
kelompok ini, Rasulullah bersikap tegas, karena pada waktu itu ayat mengenai
peperangan telah turun.
Sebagaimana
firman Allah dalam Q.S. al- Hajj : 39.
أُذِنَ
لِلَّذِينَ يُقَاتَلُونَ بِأَنَّهُمْ ظُلِمُوا وَإِنَّ اللَّهَ عَلَى نَصْرِهِمْ
لَقَدِيرٌ
“Telah
diizinkan (berperang) bagi orang-orang yang diperangi, karena Sesungguhnya
mereka telah dianiaya. dan Sesungguhnya Allah, benar-benar Maha Kuasa menolong
mereka.” (QS Al-Hajj 39)
Oleh karena itu, Rasulullah menyediakan
prajurit diluar Madinah tujuannya adalah untuk menghadapi kemungkinan
terjadinya serangan mendadak dari suku Quraisy.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Yatsrib adalah kota penting ke tiga di Hijaz setelah Taif dan Mekah. Di
tangan penduduk Yahudi, tepatnya Bani Nadhir dan Bani Quraidzah, kota itu
menjadi pusat pertanian yang terkemuka. Penduduk Yatsrib yang berhaji ke
Makkah, memeluk Islam dan membuat perjanjian dengan kaum muslim. Lambat laun
pada tahun 622 M, keluarga-keluarga Muslim dari Makah pergi satu demi satu dan
melakukan hijrah ke Yatsrib.
Selama tahun-tahun awal di Madinah, terdapat
dua perkembangan yang penting. Perkembangan pertama adalah perubahan qiblah
berlaku bagi semua Muslim di Arab, terutama bagi para pendatang yang pindah
dari Mekah. Dan perkembangan yang kedua, banyak suku ingin menjadi sekutu ummah,
dan Nabi Muhammad mulai membangun sebuah konfederasi suku yang tangguh yang
anggotanya berjanji untuk tidak saling menyerang dan akan melawan musuh.
2. Isi piagam
Madinah antara lain : 1. Kebebasan agama
terjamin untuk semua kelompok; 2. Kewajiban
saling membantu dan menolong antara penduduk madinah muslim dan yahudi madinah; 3. Setiap
masyarakat berkewajiban mempertahankan keamanan negeri dari serangan musuh; 4. Saling
mengadakan kerjasama antar penduduk madinah dalam rangka menjaga keamanan
kondisi Madinah; 5. Rasulullah sebagai
pemimpin tertinggi di Madinah.
Implikasi dari Piagam Madinah adalah hilangnya perselisihan diantara suku-
suku yang ada di Madinah terutama suku Aws dan Khajrah dan yang terpenting
adalah terwujudnya kesatuan warga Madinah untuk membentuk sebuah Negara.
3. Dalam rangka memperkokoh masyarakat dan negara Madinah, Nabi Muhammad
segera meletakkan dasar-dasar kehidupan bermasyarakat yaitu : dasar pertama,
pembangunan masjid, dasar kedua adalah ukhuwah islamiyah, dan dasar
ketiga, hubungan persahabatan dengan pihak-pihak lain yang tidak beragama
Islam.
4. Gelar kota Madinah adalah
Madinatul Munawwarah yang artinya Kota yang bercahaya, Madinah juga masih
memiliki 93 nama lainnya diantaranya terkenal dengan sebutan “Madinatun Nabi”
(Kota Nabi), Madinah Ar Rasul (Kota Rasul). Sejarah kota Madinah sebelum Islam
lahir dihuni oleh dua suku bangsa yaitu Arab dan Yahudi, penduduknya berasal
dari penduduk setempat dan dari Arab Selatan yang pindah ke Yatsrib karena
robohnya Bendungan Ma’arib di Yaman dan dikenal dengan sebutan suku Aus dan
suku Khazraj.
B. Saran
Setelah membaca makalah ini hendaknya :
1. Kaum muslimin dapat mengetahui sejarah Islam ketika pada masa Nabi
Muhammad.
2. Kaum muslimin hendaknya dapat mencontoh Nabi Muhammad dalam memperjuangkan
kebenaran Islam.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai referensi dalam memahami sejarah agama
Islam semasa Nabi Muhammad.
DAFTAR PUSTAKA
Armstrong, Karen. 2001. Islam Sejarah Singkat.
London: Phoenix Press.
Yatim, Badri. 2008. Sejarah Peradaban Islam.
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
K. Hitti, Philip. 2002. History of The Arabs. New
york: PT. Serambi Ilmu Semesta.
Pulungan, Suyuti. 1995. Fiqih Siyasah. Jakarta:
Lembaga Studi Islam dan Kemasyarakatan.
al-Mubarakfuriyy, Syeikh Safy al-Rahman. 1990.
Seerah Nabawiyyah. Mekkah: Pertandingan Seerah Rabitah Alam Islam.
https://www.scribd.com/doc/56985966/implikasi-piagam-madinah, diakses 25
April 2015.
http://endzu99.blogspot.co.id/2014/03/sejarah-kebudayaan-islam.html,
diakses pada tanggal 25 April 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar