HOME

SELAMAT DATANG DI BLOG RIZQI

Kamis, 09 Juni 2016

SHALAT BERJAMAAH


A.    Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Apa definisi Shalat Berjamaah?
2.      Apa Hukum Shalat Berjamaah?
3.      Siapa yang dianjurkan Shalat Berjamaah?
4.      Apa keutamaan Shalat Berjamaah?

B.     Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui apa definisi Shalat Berjamaah.
2.      Untuk mengetahui Hukum Shalat Berjamaah.
3.      Untuk mengetahui yang dianjurkan Shalat Berjamaah.
4.      Untuk mengetahui keutamaan Shalat Berjamaah.















BAB II
PEMBAHASAN

A.    Definisi Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah adalah apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum (Rasjid, 2011: 106).
Firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa ayat 102 : “Dan apabila kamu berada di tengah-tengahmereka (sahabatmu), lalu kamu hendak mendirikan salat bersama-samamereka, maka hendaklah segolongan dari mereka berdiri(salat) bersamamu”.

Dalam melaksanakan salat berjamaah, terdapat beberapa syarat sah makmum dalam mengikuti imam, diantaranya :
1.      makmum hendaklah mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu hanyalah sunat, agar ia dapat ganjaran berjamaah.
Sabda Rosulloh:
Artinya : “Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat”. {Riwayat Bukhari}
2.      Makmum hendaklah mengikuti imam dalam segala  pekerjaannya. Maksudnya, Makmum hendaklah membaca takbirotul ikhram sesudah imamnya; begitu juga permulaan segala perbuatan makmum, hendaklah terkemudian dari yang di lakukan oleh imamnya.
Sabda Rosulullah SAW :
Sesungguhnya imam itu di jadikan pemimpin supaya di ikuti perbuatannya. Apabila ia telah takbir, hendaklah kamu takbir; dan apabila ia rukuk, hendaklah kamu rukuk pula” {Riwayat Bukhari dan Muslim}.

Sabda Rosululloh SAW:
Sesungguhnya imam itu gunanya supaya di ikuti perbuatannya maka apabila ia takbir, maka hendaklah kamu takbir, janganlah kamu takbir sebelum ia takbir, apabila oa rukuk hendaklah kamu rukuk, janganlah kamu rukuk sebelum ia rukuk. Apbila ia sujud hendaklah kamu sujud ,janganlah kamu sujud sebelum ia sujud” {Riwayat Ahmad dan Abu Dawud}
Sabda rosulullah SAW:
3.      Mengetahui gerak-gerik perbuatan imam umpamanya dari berdiri ke rukuk , dari rukuk ke I’tidal, dari I’tidal ke sujud, dan seterusnya. Baik dengan melihat imam sendiri, melihat Saf {barisan} yang di belakang imam, maupun mendengarkan suara imam atau mubalighnya.
4.      keduanya (imam dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah.
5.      Tempat berdiri makmum tidak boleh lebih depan daripada imam.yang dimaksud disini ialah lebih depan ke arah kiblat.
Susunan makmum :
a.       Kalau makmum hanya seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit, dan apabila datang orang lain, hendaklah ia berdiri di sebelah kiri imam. Sesudah takbir, imam hendaklah maju, atau kedua orang itu (makmum) mundur.
b.      Kalau jamaah itu terdiri dari beberapa saf, terdiri atas jamaah laki-laki dan dewasa, kanak-kanak, dan perempuan, hendaklah diatur saf sebagai berikut : di belakang imam ialah saf laki-laki dewasa, saf kanak-kanak, kemudian saf perempuan.
c.       Saf hendaklah lurus dan rapat, berarti jangan ada renggang antara yang seorang dengan yang lain.
6.      Imam hendaklah jangan mengikuti yang lain.
7.      Aturan salat makmum dengan salat imam hendaklah sama.
8.      Laki-laki tidak sah mengikuti perempuan.
9.      Keadaan imam tidak ummi, sedangkan makmum qari. Artinya imam itu hendaklah orang yang baik bacaannya.
10.  Makmum janganlah berimam kepada orang yang ia ketahui tidak sah (batal) salatnya (Rasjid, 2011: 109-113).

Menurut Rasjid ( 2011: 114) dalam salat berjamaah dikenal yang namanya makmum masbuk. Dimana masbuk ialah orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat membaca Fatihah beserta imam di rakaat pertama. Hukumnya yaitu :
·         jika ia tabir sewaktu imam belum rukuk, hendaklah ia membaca Fatihah sedapat mungkin. Apabila imam rukuk sebelum habis Fatihah-nya, hendaklah ia rukuk pula mengikuti imam. Atau didapatinya imam sedang rukuk, hendaklah ia rukuk pula. Ringkasnya hendaklah ia mengikuti keadaan imam sesudah ia takbiratul ihram.
·         Apabila masbuq mendapati nimam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan ia dapat rukuk yang sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rakaat, berarti salatnya terhitung satu rakaat. Kemudian hendaklah kekurangan rakaatnya ditambah jika belum cukup, yaitu sesudah imam member salam. Adapun Fatihahnya ditanggung imam.

B.     Hukum Shalat Berjamaah
Menurut Sarwat ( 2015: 86-91) di  kalangan  ulama  berkembang  banyak  pendapat  tentang hukum  shalat berjamaah.  Ada  yang  mengatakan  fardhu  `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu ‘Ain. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah. Berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta dalil masing-masing.

1.      Pendapat Pertama : Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah  jilid  1  halaman  142.  Demikian  juga  dengan  jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya (mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah. Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya adalah bila sudah ada  yang  menjalankannya,  maka  gugurlah  kewajiban  yang  lain untuk  melakukannya.  Sebaliknya,  bila  tidak  ada  satu  pun  yang menjalankan shalat jamaah, maka berdosalah semua orang yang ada disitu. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah bagian dari syiar agama Islam. Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam An-Nawawi disebutkan bahwa : Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain.  Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti di atas adalah :
Dari Abi Darda` radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, "Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka. Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari kawanannya". (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
Dari  Malik  bin  Al-Huwairits  bahwa  Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi wasallam,`Kembalilah  kalian  kepada  keluarga  kalian  dan  tinggallah bersama  mereka,  ajarilah  mereka  shalat  dan  perintahkan  mereka melakukannya. Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian  melantunkan  adzan  dan  yang  paling  tua  menjadi  imam.(HR.Muslim 292 - 674)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,`Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR. Muslim 650,249). Al-Khatthabi  berkata  bahwa  kebanyakan  ulama  As-Syafi`I mengatakan bahwa shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan berdasarkan hadits ini

2.      Pendapat Kedua : Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, AlAuza`i, Abu Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar Adzan, haruslah dia mendatanginya untuk shalat. Dalilnya adalah hadits berikut :
Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu  berkata,`Siapa yang mendengar adzan  tapi  tidak  menjawabnya  (dengan  shalat),  maka  dia  tidak menginginkan kebaikan dan kebaikan tidak menginginkannya. Dengan  demikian  bila  seorang  muslim  meninggalkan  shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun shalatnya tetap sah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam  bersabda,`Sungguh  aku  punya  keinginan  untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk  jadi  imam.  Kemudian  pergi  bersamaku  dengan  beberapa  orang membawa  seikat  kayu  bakar  menuju  ke  suatu  kaum  yang  tidak  ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api". (HR. Bukhari dan Muslim).


3.      Pendapat Ketiga : Sunnah Muakkadah
Pendapat  ini  didukung  oleh  mazhab  Al-Hanafiyah  dan  AlMalikiyah sebagaimana disebutkan oleh imam As-Syaukani, Beliau berkata bahwa pendapat yang paling tengah dalam masalah hukum  shalat berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat sahnya shalat, tentu tidak bisa diterima. Al-Karkhi  dari  ulama  Al-Hanafiyah  berkata  bahwa  shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain. Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. Khalil,  seorang  ulama  dari  kalangan  mazhab  Al-Malikiyah dalam kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. Ad-Dardir berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain Jumat, hukumnya sunnah muakkadah. Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini :
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,`Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27 derajat. (HR. Muslim).
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib. Selain itu mereka juga menggunakan hadits berikut ini : Dari Abi Musa  radhiyallahu  ‘anhu  berkata bahwa  Rasulullah  Saw bersabda,`Sesungguhnya  orang  yang  mendapatkan  ganjaran  paling  besar adalah orang yang paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah  bersama  imam  lebih  besar  pahalanya  dari  orang  yang  shalat sendirian kemudian tidur.

4.      Pendapat Keempat : Syarat Sahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum  syarat  fardhu  berjamaah  adalah  syarat  sahnya  shalat. Sehingga  bagi  mereka,  shalat  fardhu  itu  tidak  sah kalau  tidak dikerjakan dengan berjamaah.  Yang berpendapat seperti ini antara lain adalah Ibnu Taymiyah dalam  salah  satu  pendapatnya.  Demikian  juga  dengan  Ibnul Qayyim, murid beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah . Termasuk diantaranya adalah para ahli hadits, Abul  Hasan  At-Tamimi,  Abu  Al-Barakat  dari  kalangan  AlHanabilah serta Ibnu Khuzaemah. Dalil yang mereka gunakan adalah :
Dari  Ibnu  Abbas  radhiyallahu  ‘anhu  bahwa  Rasulullah  SAW bersabda,`Siapa yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya, maka tidak  ada  lagi  shalat  untuknya,  kecuali  karena  ada  uzur.(HR  Ibnu Majah, Ad-Daruquthuny, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi  wasallam  bersabda,"Sesungguhnya  shalat  yang  paling  berat  buat orang munafik adalah shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak. Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan beberapa orang membawa  seikat  kayu  bakar  menuju  ke  suatu  kaum  yang  tidak  ikut menghadiri shalat dan aku bakar rumah-rumah mereka dengan api". (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari  Abi  Hurairah  radhiyallahu  ‘anhu  berkata  bahwa  Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata,"Ya Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi  wasallam  berkata  untuk  memberikan keringanan untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam memanggilnya dan bertanya,`Apakah kamu dengar adzan shalat?`.  `Ya`,  jawabnya.  `Datangilah`,  kata  Rasulullah  shallallahu  ‘alaihi wasallam. (HR. Muslim).

C.    Yang dianjurkan Shalat Berjamaah
Telah disyariatkan untuk menjalankan shalat 5 waktu secara berjamaah kepada orang-orang dengan kriteria berikut ini :
1. Muslim laki-laki, sedangkan wanita tidak wajib untuk shalat berjamaah secara ijma`. Shalat berjamaah hanya sunnah saja bagi wanita. Itupun bila aman  dari  fitnah  serta  adanya  jaminan  terjaganya  adab-adab mereka untuk pergi ke masjid.
2. Merdeka, sedangkan budak tidak diwajibkan untuk shalat berjamaah.
3. Orang yang tidak punya halangan / uzur syar`i.
4. Hanya untuk shalat fardhu yang 5 waktu saja.
Sedangkan shalat jamaah lainnya yang hukumnya sunnah tidak wajib dihadiri. Seperti shalat Idul Fitri, Idul Adha, Shalat Istisqa` atau shalat gerhana matahari dan bulan (Kahfi, 2010: 110).
Kaitannya dalam pelaksanaan shalat berjamaah, terdapat beberpa hal yang harus diperhatikan antara lain :
1.      Syarat-syarat syahnya shalat berjamaah
2.      Syarat-syarat Imam Shalat Berjamaah
3.      Syarat-syarat Makmum Sholat Berjamaah
4.      Sunnah dalam Shalat Berjamaah
5.      Makruh dalam Shalat Berjamaah
6.      Halangan dalam Shalat Berjamaah
           
1.      Syarat-syarat Syahnya  Shalat Berjamaah
Dalam melaksanakan shalat berjamaah, terdapat syarat-syarat yang menentukan sah tidaknya berjamaah, yaitu :
a.       Ma’mum tidak boleh mnegetahui batal shalatnya imam yang disebabkan oleh hadats atau penyebab lainnya.
b.      Ma’mum tidak boleh mengitikadkan bahwa shalat berjamaahnya dengan seorang imam tertentu harus wajib diulang kembali, contoh kasus jika imam kita melakukan tayamum bukan karena tidak ada air tetapi alasan musim dingin yang terasa sangat dan tak mau berwudhu dengan air.
c.       Jangan mengimami makmum. Contoh kasus, jika kita datang ke masjid dan terlihat dua orang berdekatan sejajar sedang shalat dengan gerakan yang sama. Sebut saja si A dan B. Kita bermaksud mau mengimami salah satunya, sebut saja si B. namun ternyata melihat perkembangannya malah si B sedang shalat berhamaah mengikuti si A. sedang kita mengimami si B, maka tidak sah shalat kita.
d.      Imamnya tidak boleh ummi, tapi harus qori, artinya bacaan shalatnya harus yang terbaik dari jamaah lainnya.
e.       Posisi imam harus terdepan dari makmum.
f.       Makmum harus mengetahui gerakan imam, baik mendengar suaranya atau melihat gerakannya.
g.      Imam dan makmum berada dalam satu masjid atau tempat.
h.      Harus niat berjamaah.
i.        Bentuk shalat imam harus sama dengan bentuk shalat makmum.
j.        Tidak boleh berbeda gerakan dengan imamdalam masalah sunah yang dianggap berat, seperti tidak mengikuti imam melakukan sujud tilawah.
k.      Mendahulukan takbiratul ihram imam, artinya makmum jangan memulai takbiratul ihram sebelum takbiratul ihram imam (Fiqih Islam, http://belajar-fiqih.blogspot.co.id).

2.      Syarat-syarat Imam Shalat Berjamaah
Syaikh Wahbah menjelaskan dalam kitabnya Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu (2013) untuk menjadi imam dalam shalat berjamaah terdapat syarat-syarat, diantara lain :
a.       Islam
b.      Berakal
c.       Baligh (mumayyiz)
d.      Laki-laki
e.       Suci dari hadas
f.       Bagus bacaan dan rukunnya
g.      Bukan makmum (disepakati 3 madzhab)
h.      Selamat, sehat (tidak sakit), tidak uzur.
i.        Lidahnya fasih, dapat mengucapkan bahasa arab dengan tepat.
Andai saat berkumpul ummat Islam untuk shalat, lalu semua hadir memiliki 9 syarat diatas, maka yang lebih banyak menjadi imam adalah (syarat ini dipenuhi secara berurutan) :
a.       Wali (pemimpin)
b.      Imam ratib (yang diangkat oleh wali)
c.       Orang yang memahami tentang fiqih.
d.      Orang yang paling banyak hafalan dan bagus bacaannya.
e.       Orang yang paling wara’
f.       Di zaman Rasulullah, orang yang terlebih dahulu hijrah.
g.      Lebih dahulu masuk islam.
h.      Nasabnya baik.
i.        Perjalanan hidupnya baik.
j.        Lebih bersih pakaiannya.
k.      Badannya bersih.
l.        Memiliki kepakaran.
m.    Suaranya bagus.
n.      Lebih tampan.
o.      Sudah menikah.
3.      Syarat-syarat Makmum Sholat Berjamaah
a.       Niat untuk mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam.
b.      Berada satu tempat dengan imam.
c.       Laki-laki dewasa tidak syah jika menjadi makmum perempuan.
d.      Jika imam batal, maka seorang makmum maju ke depan menggantikan imam.
e.       Jika imam lupa jumlah rokaat atau salah gerakan sholat, makmum mengingatkan dengan membaca subhanallah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum perempuan dengan cara bertepuk tangan.
f.       Makmum dapat melihat atau mendengar imam.
g.      Makmum berada di belakang imam.
h.      Mengerjakan ibadah shalat yang sama dengan imam.
i.        Jika datang terlambat, maka makmum akam menjadi masbuk yang boleh mengikuti imam sama seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuk menambah jumlah rakaat yang tertinggal (Evo, http://www.organisasi.org).

4.      Sunnah dalam Shalat Berjamaah
Menurut Hasan Husen Assagaf (https://hasansaggaf.wordpress.com), sunnah dalam shalat berjamaah antara lain :
a.       Meluruskan shaf.
b.      Mengutamakan duduk di shaf awal.
c.       Menjaga agar bisa shalat berjamaah bersama imam dan mengikutinya dari takbiratul ihram.
d.      Disunnahkan bagi imam agar meringankan dalam bacaan dan dzikirnya disamping itu ia tidak meninggalkan sunah-sunah ab’ad dan haiat sedikitpun.
e.       Jika terasa ada yang datang ingin bermakmum kepada imam, dan imam dalam posisi ruku’ atau tasyahud akhir, maka disunnahkan bagi imam agar menunggunya sampai ia ruku’ atau tasyahud akhir bersama imam.
f.       Jika yang bershalat jamaah hanya imam dan makmum, maka posisi makmum berada di sebelah kanan imam, sejajar tapi mundur sedikit ke belakang.
g.      Jika yang shalat semuanya wanita, maka imam wanita berdiri di tengah makmum wanita.

5.      Makruh dalam Shalat Berjamaah
Makruh adalah mengutamakan untuk ditinggalkan daripada dikerjakan, dengan tidak ada unsure keharusan. Dalam shalat, ada beberapa hal yang hukumnya makruh, yaitu :
1.      Meninggalkan salah satu sunnah shalat.
2.      Menggaruk-garuk baju atau anggota badan tanpa ada udzur.
3.      Melihat ke atas.
4.      Memakai atau menghadap sesuatu yang mengganggu konsentrasi.
5.      Shalat di tempat sampah, tempat pemotongan hewan, kuburan, jalanan, kamar mandi, peristirahatan unta, di atas ka’bah.
6.      Memakai baju yang terbuka leher, menggulung lengan baju panjang, shalat dengan pakaian kerja padahal ada pakaina lain.
7.      Meletakkan tangan di pinggang.
8.      Menggunakan lengan tangan untuk tumpuan ketika sujud.
9.      Berdiri dengan merapatkan kedua kaki.
10.  Miring ketika shalat, menguap.
11.  Shalat dengan menahan hadats, berhadapan dengan makanan.
12.  Memanjangkan kain sampai ke tanah, menutup mulut (dakwatuna, www.dakwatuna.com).

6.      Halangan dalam Shalat Berjamaah
Menurut Hasan Husen Assegaf (https://hasansaggaf.wordpress.com) shalat jamaah harus dilakukan dalam keadaan apapun kecuali jika terdapat udzur (halangan), diantaranya :
1.      Dalam keadaan hujan, becek dan angin kencang di malam gelap.
2.      Dalam keadaan sangat lapar dan haus dan di hadapannya hidangan makanan dan minuman.
3.      Menahan buang air besar dan air kecil sedang waktu masih panjang untuk shalat.
4.      Sakit yang membuatnya sulit shalat berjamaah.
5.      Merawat orang sakit, karena melindnungi jiwa seorang manusia yang lebih baik daripada menjaga berjamaah.
6.      Menjaga orang yang sedang sekarat agar bisa diketahui kematiannya.
7.      Perjalanan ke masjid tidak aman karena takut terancam jiwa dan harta.

D.    Keutamaan Shalat Berjamaah
1.      Kebaikan salat berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat.
2.      Setiap langkahnya diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya satu dosa.
3.      Didoakan oleh para malaikat.
4.      Terbebas dari pengaruh atau kekuasaan setan.
5.      Memancarkan cahaya yang sempurnadi hari kiamat.
6.      Mendapatkan balasan yang berlipat ganda.
7.      Sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain.
8.      Membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan makmum.
9.      Merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan (Rasjid, 2011: 107).

Selain keutamaan, menurut Kahfi (2010: 8) juga terdapat hikmah-hikmah apabila kita melakukan Shalat Berjamaah. Diantaranya :
1.      Shalat mencegah pelakunya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Allah SWT berfirman : ”bacalah apa yang telah diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab(Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar. Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-‘Ankabut [29]: 45).
2.      Shalat membersihkan orang yang mendirikannya dari sifat-sifat tercela.
3.      Shalat membuat para malaikat mendoakan orang yang mendirikannya, shalat juga mendekatkan orang yang mendirikannya kepada Allah.
4.      Shalat merupakan cahaya bagi orang beriman di dunia dan akhirat.
5.      Di surga ada pintu masuk khusus untuk orang-orang yang menjaga shalatnya.
6.      Shalat sebagai penghapus dosa dan kesalahan.








BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
      Dari beberapa pemaparan mengenai beberapa hal dalam salat berjamaah, dapat ditarik kesimpulan :
1.      Shalat berjamaah adalah apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lain. Orang yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum (Rasjid, 2011: 106).
2.      Menurut Sarwat ( 2015: 86-91) di  kalangan  ulama  berkembang  banyak  pendapat  tentang hukum  shalat berjamaah.  Ada  yang  mengatakan  fardhu  `ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah hukumnya fardhu ‘Ain. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
3.      Telah disyariatkan untuk menjalankan shalat 5 waktu secara berjamaah kepada orang-orang dengan kriteria berikut : Muslim laki-laki, Merdeka, Orang yang tidak punya halangan / uzur syar`I, dan hanya untuk shalat fardhu yang 5 waktu saja,
4.      Keutamaan salat berjamaah yaitu Kebaikan salat berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat. Rasjid (2011: 107), setiap langkahnya diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya satu dosa, didoakan oleh para malaikat, terbebas dari pengaruh atau kekuasaan setan, memancarkan cahaya yang sempurnadi hari kiamat, mendapatkan balasan yang berlipat ganda, sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain, membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin (Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan makmum), dan merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan.

B.     Saran-saran
Dari beberapa pemaparan diatas, disini kami sebagai penulis mempunyai harapan maupun saran dengan ditulisnya makalah ini maka :
1.      Sebagai umat muslim hendaknya senantiasa selalu melaksanakan shalat 5 waktu dengan Berjamaah, dikarenakan mengingat akan keutamaan Shalat Berjamaah.
2.      Untuk orang tua hendaknya senantiasa selalu memberikan contoh yang baik dengan shalat Berjamaah sehingga dapat ditiru oleh sang anak dan memantau sang anak agar senantiasa shalat Berjamaah.
3.      Untuk Muadzin dalam shalat Berjamaah hendaknya tepat waktu dalam melaksanakan tugasnya, agar masyarakat dapat mengetahui waktu sudah masuk dilaksanakannya Shalat Berjamaah.
4.      Untuk umat non muslim dapat menjaga sikap toleransi ketika umat muslim sedang melaksanakan shalat Berjamaah.












DAFTAR PUSTAKA

Kahfi, Abdul. 2010. Sholat, Dzikir, dan Doa. Jakarta: Kuwais.
Mu’is, Fahrur. 2011. Jangan Salat Sendirian. Solo: Tinta Medina.
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam. Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Http://abuzubair.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 November 2015.
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Salat_berjamaah. Diakses pada tanggal 28 November 2015.
Http://belajar-fiqih.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Http://www.organisasi.org. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Https://hasansaggaf.wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Www.dakwatuna.com. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar