A.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka
rumusan masalah makalah ini adalah sebagai berikut :
1.
Apa definisi Shalat Berjamaah?
2.
Apa Hukum Shalat Berjamaah?
3.
Siapa yang dianjurkan Shalat
Berjamaah?
4.
Apa keutamaan Shalat Berjamaah?
B.
Tujuan
Berdasarkan latar
belakang dan rumusan masalah di atas maka tujuan penulisan makalah ini adalah
sebagai berikut :
1.
Untuk mengetahui apa definisi
Shalat Berjamaah.
2.
Untuk mengetahui Hukum Shalat
Berjamaah.
3.
Untuk mengetahui yang dianjurkan
Shalat Berjamaah.
4.
Untuk mengetahui keutamaan Shalat
Berjamaah.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Definisi Shalat Berjamaah
Shalat berjamaah adalah apabila dua orang salat
bersama-sama dan salah seorang diantara mereka mengikuti yang lain. Orang yang
diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam, sedangkan yang mengikuti di belakang
dinamakan makmum (Rasjid, 2011: 106).
Firman Allah SWT dalam Q.S An-Nisa ayat 102 : “Dan
apabila kamu berada di tengah-tengahmereka (sahabatmu), lalu kamu hendak
mendirikan salat bersama-samamereka, maka hendaklah segolongan dari mereka
berdiri(salat) bersamamu”.
Dalam melaksanakan salat berjamaah,
terdapat beberapa syarat sah makmum dalam mengikuti imam, diantaranya :
1.
makmum hendaklah
mengikuti imam. Adapun imam tidak disyaratkan berniat menjadi imam, hal itu
hanyalah sunat, agar ia dapat ganjaran berjamaah.
Sabda Rosulloh:
Artinya : “Sesungguhnya segala amal itu hendaklah dengan niat”.
{Riwayat Bukhari}
2.
Makmum hendaklah
mengikuti imam dalam segala pekerjaannya.
Maksudnya, Makmum hendaklah membaca takbirotul ikhram sesudah imamnya; begitu
juga permulaan segala perbuatan makmum, hendaklah terkemudian dari yang di
lakukan oleh imamnya.
Sabda Rosulullah SAW :
“Sesungguhnya imam itu di jadikan pemimpin supaya di ikuti perbuatannya.
Apabila ia telah takbir, hendaklah kamu takbir; dan apabila ia rukuk, hendaklah
kamu rukuk pula” {Riwayat Bukhari dan Muslim}.
Sabda Rosululloh SAW:
”Sesungguhnya imam itu gunanya supaya di ikuti perbuatannya maka
apabila ia takbir, maka hendaklah kamu takbir, janganlah kamu takbir sebelum ia
takbir, apabila oa rukuk hendaklah kamu rukuk, janganlah kamu rukuk sebelum ia
rukuk. Apbila ia sujud hendaklah kamu sujud ,janganlah kamu sujud sebelum ia
sujud” {Riwayat Ahmad dan Abu Dawud}
Sabda rosulullah SAW:
3.
Mengetahui gerak-gerik
perbuatan imam umpamanya dari berdiri ke rukuk , dari rukuk ke I’tidal, dari
I’tidal ke sujud, dan seterusnya. Baik dengan melihat imam sendiri, melihat Saf
{barisan} yang di belakang imam, maupun mendengarkan suara imam atau
mubalighnya.
4.
keduanya (imam
dan makmum) berada dalam satu tempat, umpamanya dalam satu rumah.
5.
Tempat berdiri
makmum tidak boleh lebih depan daripada imam.yang dimaksud disini ialah lebih
depan ke arah kiblat.
Susunan makmum :
a.
Kalau makmum hanya
seorang, hendaklah ia berdiri di sebelah kanan imam agak ke belakang sedikit,
dan apabila datang orang lain, hendaklah ia berdiri di sebelah kiri imam.
Sesudah takbir, imam hendaklah maju, atau kedua orang itu (makmum) mundur.
b.
Kalau jamaah itu
terdiri dari beberapa saf, terdiri atas jamaah laki-laki dan dewasa,
kanak-kanak, dan perempuan, hendaklah diatur saf sebagai berikut : di belakang
imam ialah saf laki-laki dewasa, saf kanak-kanak, kemudian saf perempuan.
c.
Saf hendaklah
lurus dan rapat, berarti jangan ada renggang antara yang seorang dengan yang
lain.
6.
Imam hendaklah
jangan mengikuti yang lain.
7.
Aturan salat
makmum dengan salat imam hendaklah sama.
8.
Laki-laki tidak
sah mengikuti perempuan.
9.
Keadaan imam
tidak ummi, sedangkan makmum qari. Artinya imam itu hendaklah orang yang baik
bacaannya.
10.
Makmum janganlah
berimam kepada orang yang ia ketahui tidak sah (batal) salatnya (Rasjid, 2011:
109-113).
Menurut Rasjid
( 2011: 114) dalam salat berjamaah dikenal yang namanya makmum masbuk. Dimana
masbuk ialah orang yang mengikuti kemudian, ia tidak sempat membaca Fatihah
beserta imam di rakaat pertama. Hukumnya yaitu :
·
jika ia tabir
sewaktu imam belum rukuk, hendaklah ia membaca Fatihah sedapat mungkin. Apabila
imam rukuk sebelum habis Fatihah-nya, hendaklah ia rukuk pula mengikuti imam.
Atau didapatinya imam sedang rukuk, hendaklah ia rukuk pula. Ringkasnya
hendaklah ia mengikuti keadaan imam sesudah ia takbiratul ihram.
·
Apabila masbuq
mendapati nimam sebelum rukuk atau sedang rukuk dan ia dapat rukuk yang
sempurna bersama imam, maka ia mendapat satu rakaat, berarti salatnya terhitung
satu rakaat. Kemudian hendaklah kekurangan rakaatnya ditambah jika belum cukup,
yaitu sesudah imam member salam. Adapun Fatihahnya ditanggung imam.
B.
Hukum Shalat Berjamaah
Menurut Sarwat ( 2015: 86-91) di kalangan
ulama berkembang banyak
pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada
yang mengatakan fardhu
`ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan
fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang
lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah
hukumnya fardhu ‘Ain. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
Berikut kami uraikan masing-masing pendapat yang ada beserta dalil
masing-masing.
1.
Pendapat Pertama
: Fardhu Kifayah
Yang mengatakan hal ini adalah Al-Imam Asy-Syafi`i dan Abu Hanifah
sebagaimana disebutkan oleh Ibnu Habirah dalam kitab Al-Ifshah jilid
1 halaman 142.
Demikian juga dengan
jumhur (mayoritas) ulama baik yang lampau (mutaqaddimin) maupun yang berikutnya
(mutaakhkhirin). Termasuk juga pendapat kebanyakan ulama dari kalangan mazhab
Al-Hanafiyah dan Al-Malikiyah. Dikatakan sebagai fardhu kifayah maksudnya
adalah bila sudah ada yang menjalankannya, maka
gugurlah kewajiban yang
lain untuk melakukannya. Sebaliknya,
bila tidak ada
satu pun yang menjalankan shalat jamaah, maka
berdosalah semua orang yang ada disitu. Hal itu karena shalat jamaah itu adalah
bagian dari syiar agama Islam. Di dalam kitab Raudhatut-Thalibin karya Imam
An-Nawawi disebutkan bahwa : Shalat jamaah itu itu hukumnya fardhu `ain untuk
shalat Jumat. Sedangkan untuk shalat fardhu lainnya, ada beberapa pendapat. Yang
paling shahih hukumnya adalah fardhu kifayah, tapi juga ada yang mengatakan
hukumnya sunnah dan yang lain lagi mengatakan hukumnya fardhu `ain. Adapun dalil mereka ketika berpendapat seperti
di atas adalah :
Dari Abi Darda` radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda, "Tidaklah 3 orang yang tinggal di suatu kampung atau pelosok
tapi tidak melakukan shalat jamaah, kecuali syetan telah menguasai mereka.
Hendaklah kalian berjamaah, sebab srigala itu memakan domba yang lepas dari
kawanannya". (HR Abu Daud 547 dan Nasai 2/106 dengan sanad yang hasan)
Dari Malik bin
Al-Huwairits bahwa Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam,`Kembalilah kalian
kepada keluarga kalian
dan tinggallah bersama mereka, ajarilah
mereka shalat dan
perintahkan mereka melakukannya.
Bila waktu shalat tiba, maka hendaklah salah seorang kalian melantunkan
adzan dan yang
paling tua menjadi
imam.(HR.Muslim 292 - 674)
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,`Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27
derajat. (HR. Muslim 650,249). Al-Khatthabi
berkata bahwa kebanyakan
ulama As-Syafi`I mengatakan bahwa
shalat berjamaah itu hukumnya fardhu kifayah bukan fardhu `ain dengan
berdasarkan hadits ini
2.
Pendapat Kedua :
Fardhu `Ain
Yang berpendapat demikian adalah Atho` bin Abi Rabah, AlAuza`i, Abu
Tsaur, Ibnu Khuzaemah, Ibnu Hibban, umumnya ulama Al-Hanafiyah dan mazhab
Hanabilah. Atho` berkata bahwa kewajiban yang harus dilakukan dan tidak halal
selain itu, yaitu ketika seseorang mendengar Adzan, haruslah dia mendatanginya untuk
shalat. Dalilnya adalah hadits berikut :
Dari Aisah radhiyallahu ‘anhu
berkata,`Siapa yang mendengar adzan
tapi tidak menjawabnya
(dengan shalat), maka
dia tidak menginginkan kebaikan
dan kebaikan tidak menginginkannya. Dengan
demikian bila seorang
muslim meninggalkan shalat jamaah tanpa uzur, dia berdoa namun
shalatnya tetap sah.
Dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,`Sungguh aku punya
keinginan untuk memerintahkan
shalat dan didirikan, lalu aku memerintahkan satu orang untuk jadi
imam. Kemudian pergi
bersamaku dengan beberapa
orang membawa seikat kayu
bakar menuju ke
suatu kaum yang
tidak ikut menghadiri shalat dan
aku bakar rumah-rumah mereka dengan api". (HR. Bukhari dan Muslim).
3.
Pendapat Ketiga :
Sunnah Muakkadah
Pendapat ini didukung
oleh mazhab Al-Hanafiyah
dan AlMalikiyah sebagaimana
disebutkan oleh imam As-Syaukani, Beliau berkata bahwa pendapat yang paling
tengah dalam masalah hukum shalat
berjamaah adalah sunnah muakkadah. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa
hukumnya fardhu `ain, fardhu kifayah atau syarat sahnya shalat, tentu tidak
bisa diterima. Al-Karkhi dari ulama
Al-Hanafiyah berkata bahwa
shalat berjamaah itu hukumnya sunnah, namun tidak disunnahkan untuk tidak
mengikutinya kecuali karena uzur. Dalam hal ini pengertian kalangan mazhab
Al-Hanafiyah tentang sunnah muakkadah sama dengan wajib bagi orang lain.
Artinya, sunnah muakkadah itu sama dengan wajib. Khalil, seorang
ulama dari kalangan
mazhab Al-Malikiyah dalam
kitabnya Al-Mukhtashar mengatakan bahwa shalat fardhu berjamaah selain shalat
Jumat hukumnya sunnah muakkadah. Ibnul Juzzi berkata bahwa shalat fardhu yang
dilakukan secara berjamaah itu hukumnya fardhu sunnah muakkadah. Ad-Dardir berkata bahwa shalat fardhu dengan berjamaah dengan imam dan selain
Jumat, hukumnya sunnah muakkadah. Dalil yang mereka gunakan untuk pendapat
mereka antara lain adalah dalil-dalil berikut ini :
Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,`Shalat berjamaah itu lebih utama dari shalat sendirian dengan 27
derajat. (HR. Muslim).
Ash-Shan`ani dalam kitabnya Subulus-Salam jilid 2 halaman 40 menyebutkan
setelah menyebutkan hadits di atas bahwa hadits ini adalah dalil bahwa shalat
fardhu berjamaah itu hukumnya tidak wajib. Selain itu mereka juga menggunakan
hadits berikut ini : Dari Abi Musa
radhiyallahu ‘anhu berkata bahwa
Rasulullah Saw bersabda,`Sesungguhnya orang
yang mendapatkan ganjaran
paling besar adalah orang yang
paling jauh berjalannya. Orang yang menunggu shalat jamaah bersama
imam lebih besar pahalanya
dari orang yang
shalat sendirian kemudian tidur.
4.
Pendapat Keempat
: Syarat Sahnya Shalat
Pendapat keempat adalah pendapat yang mengatakan bahwa hukum syarat
fardhu berjamaah adalah
syarat sahnya shalat. Sehingga bagi
mereka, shalat fardhu
itu tidak sah kalau
tidak dikerjakan dengan berjamaah. Yang berpendapat seperti ini antara lain
adalah Ibnu Taymiyah dalam salah satu
pendapatnya. Demikian juga
dengan Ibnul Qayyim, murid
beliau. Juga Ibnu Aqil dan Ibnu Abi Musa serta mazhab Zhahiriyah . Termasuk
diantaranya adalah para ahli hadits, Abul
Hasan At-Tamimi, Abu
Al-Barakat dari kalangan
AlHanabilah serta Ibnu Khuzaemah. Dalil yang mereka gunakan adalah :
Dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhu bahwa
Rasulullah SAW bersabda,`Siapa
yang mendengar adzan tapi tidak mendatanginya, maka tidak ada
lagi shalat untuknya,
kecuali karena ada
uzur.(HR Ibnu Majah,
Ad-Daruquthuny, Ibnu Hibban dan Al-Hakim)
Dari Abi Hurairah radhiyallahu ‘anhu bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
bersabda,"Sesungguhnya
shalat yang paling
berat buat orang munafik adalah
shalat Isya dan Shubuh. Seandainya mereka tahu apa yang akan mereka dapat dari
kedua shalat itu, pastilah mereka akan mendatanginya meski dengan merangkak.
Sungguh aku punya keinginan untuk memerintahkan shalat dan didirikan, lalu aku
memerintahkan satu orang untuk jadi imam. Kemudian pergi bersamaku dengan
beberapa orang membawa seikat kayu
bakar menuju ke
suatu kaum yang
tidak ikut menghadiri shalat dan
aku bakar rumah-rumah mereka dengan api". (HR. Bukhari dan Muslim).
Dari Abi Hurairah
radhiyallahu ‘anhu berkata
bahwa Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam didatangi oleh seorang laki-laki yang buta dan berkata,"Ya
Rasulullah, tidak ada orang yang menuntunku ke masjid. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam berkata
untuk memberikan keringanan
untuknya. Ketika sudah berlalu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam
memanggilnya dan bertanya,`Apakah kamu dengar adzan shalat?`. `Ya`,
jawabnya. `Datangilah`, kata
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. (HR. Muslim).
C.
Yang dianjurkan Shalat Berjamaah
Telah disyariatkan untuk menjalankan shalat 5
waktu secara berjamaah kepada orang-orang dengan kriteria
berikut ini :
1. Muslim laki-laki, sedangkan wanita tidak
wajib untuk shalat berjamaah secara ijma`. Shalat berjamaah hanya sunnah saja
bagi wanita. Itupun bila aman dari fitnah
serta adanya jaminan
terjaganya adab-adab mereka untuk
pergi ke masjid.
2. Merdeka, sedangkan budak tidak diwajibkan
untuk shalat berjamaah.
3. Orang yang tidak punya halangan / uzur
syar`i.
4. Hanya untuk shalat fardhu yang 5 waktu saja.
Sedangkan shalat jamaah lainnya yang hukumnya
sunnah tidak wajib dihadiri. Seperti shalat Idul Fitri, Idul Adha, Shalat
Istisqa` atau shalat gerhana matahari dan bulan (Kahfi, 2010: 110).
Kaitannya dalam pelaksanaan shalat berjamaah, terdapat beberpa hal yang
harus diperhatikan antara lain :
1.
Syarat-syarat
syahnya shalat berjamaah
2.
Syarat-syarat
Imam Shalat Berjamaah
3.
Syarat-syarat
Makmum Sholat Berjamaah
4.
Sunnah dalam
Shalat Berjamaah
5.
Makruh dalam
Shalat Berjamaah
6.
Halangan dalam
Shalat Berjamaah
1.
Syarat-syarat Syahnya Shalat Berjamaah
Dalam melaksanakan shalat berjamaah, terdapat syarat-syarat yang
menentukan sah tidaknya berjamaah, yaitu :
a.
Ma’mum tidak
boleh mnegetahui batal shalatnya imam yang disebabkan oleh hadats atau penyebab
lainnya.
b.
Ma’mum tidak
boleh mengitikadkan bahwa shalat berjamaahnya dengan seorang imam tertentu
harus wajib diulang kembali, contoh kasus jika imam kita melakukan tayamum
bukan karena tidak ada air tetapi alasan musim dingin yang terasa sangat dan
tak mau berwudhu dengan air.
c.
Jangan mengimami
makmum. Contoh kasus, jika kita datang ke masjid dan terlihat dua orang
berdekatan sejajar sedang shalat dengan gerakan yang sama. Sebut saja si A dan
B. Kita bermaksud mau mengimami salah satunya, sebut saja si B. namun ternyata
melihat perkembangannya malah si B sedang shalat berhamaah mengikuti si A.
sedang kita mengimami si B, maka tidak sah shalat kita.
d.
Imamnya tidak
boleh ummi, tapi harus qori, artinya bacaan shalatnya harus yang terbaik dari
jamaah lainnya.
e.
Posisi imam harus
terdepan dari makmum.
f.
Makmum harus
mengetahui gerakan imam, baik mendengar suaranya atau melihat gerakannya.
g.
Imam dan makmum
berada dalam satu masjid atau tempat.
h.
Harus niat
berjamaah.
i.
Bentuk shalat
imam harus sama dengan bentuk shalat makmum.
j.
Tidak boleh
berbeda gerakan dengan imamdalam masalah sunah yang dianggap berat, seperti
tidak mengikuti imam melakukan sujud tilawah.
k.
Mendahulukan
takbiratul ihram imam, artinya makmum jangan memulai takbiratul ihram sebelum
takbiratul ihram imam (Fiqih Islam, http://belajar-fiqih.blogspot.co.id).
2.
Syarat-syarat Imam Shalat Berjamaah
Syaikh Wahbah menjelaskan dalam kitabnya Fiqh Al-Islami Wa Adillatuhu
(2013) untuk menjadi imam dalam shalat berjamaah terdapat syarat-syarat,
diantara lain :
a.
Islam
b.
Berakal
c.
Baligh (mumayyiz)
d.
Laki-laki
e.
Suci dari hadas
f.
Bagus bacaan dan
rukunnya
g.
Bukan makmum
(disepakati 3 madzhab)
h.
Selamat, sehat
(tidak sakit), tidak uzur.
i.
Lidahnya fasih,
dapat mengucapkan bahasa arab dengan tepat.
Andai saat berkumpul ummat Islam untuk shalat,
lalu semua hadir memiliki 9 syarat diatas, maka yang lebih banyak menjadi imam
adalah (syarat ini dipenuhi secara berurutan) :
a.
Wali (pemimpin)
b.
Imam ratib (yang
diangkat oleh wali)
c.
Orang yang
memahami tentang fiqih.
d.
Orang yang paling
banyak hafalan dan bagus bacaannya.
e.
Orang yang paling
wara’
f.
Di zaman
Rasulullah, orang yang terlebih dahulu hijrah.
g.
Lebih dahulu
masuk islam.
h.
Nasabnya baik.
i.
Perjalanan
hidupnya baik.
j.
Lebih bersih
pakaiannya.
k.
Badannya bersih.
l.
Memiliki
kepakaran.
m.
Suaranya bagus.
n.
Lebih tampan.
o.
Sudah menikah.
3.
Syarat-syarat Makmum Sholat
Berjamaah
a.
Niat untuk
mengikuti imam dan mengikuti gerakan imam.
b.
Berada satu
tempat dengan imam.
c.
Laki-laki dewasa
tidak syah jika menjadi makmum perempuan.
d.
Jika imam batal,
maka seorang makmum maju ke depan menggantikan imam.
e.
Jika imam lupa
jumlah rokaat atau salah gerakan sholat, makmum mengingatkan dengan membaca
subhanallah dengan suara yang dapat didengar imam. Untuk makmum perempuan
dengan cara bertepuk tangan.
f.
Makmum dapat
melihat atau mendengar imam.
g.
Makmum berada di
belakang imam.
h.
Mengerjakan
ibadah shalat yang sama dengan imam.
i.
Jika datang
terlambat, maka makmum akam menjadi masbuk yang boleh mengikuti imam sama
seperti makmum lainnya, namun setelah imam salam masbuk menambah jumlah rakaat
yang tertinggal (Evo, http://www.organisasi.org).
4.
Sunnah dalam Shalat Berjamaah
Menurut Hasan Husen Assagaf (https://hasansaggaf.wordpress.com), sunnah
dalam shalat berjamaah antara lain :
a.
Meluruskan shaf.
b.
Mengutamakan
duduk di shaf awal.
c.
Menjaga agar bisa
shalat berjamaah bersama imam dan mengikutinya dari takbiratul ihram.
d.
Disunnahkan bagi
imam agar meringankan dalam bacaan dan dzikirnya disamping itu ia tidak
meninggalkan sunah-sunah ab’ad dan haiat sedikitpun.
e.
Jika terasa ada
yang datang ingin bermakmum kepada imam, dan imam dalam posisi ruku’ atau
tasyahud akhir, maka disunnahkan bagi imam agar menunggunya sampai ia ruku’
atau tasyahud akhir bersama imam.
f.
Jika yang
bershalat jamaah hanya imam dan makmum, maka posisi makmum berada di sebelah
kanan imam, sejajar tapi mundur sedikit ke belakang.
g.
Jika yang shalat
semuanya wanita, maka imam wanita berdiri di tengah makmum wanita.
5.
Makruh dalam Shalat Berjamaah
Makruh adalah mengutamakan untuk ditinggalkan
daripada dikerjakan, dengan tidak ada unsure keharusan. Dalam shalat, ada
beberapa hal yang hukumnya makruh, yaitu :
1.
Meninggalkan
salah satu sunnah shalat.
2.
Menggaruk-garuk
baju atau anggota badan tanpa ada udzur.
3.
Melihat ke atas.
4.
Memakai atau
menghadap sesuatu yang mengganggu konsentrasi.
5.
Shalat di tempat
sampah, tempat pemotongan hewan, kuburan, jalanan, kamar mandi, peristirahatan
unta, di atas ka’bah.
6.
Memakai baju yang
terbuka leher, menggulung lengan baju panjang, shalat dengan pakaian kerja
padahal ada pakaina lain.
7.
Meletakkan tangan
di pinggang.
8.
Menggunakan
lengan tangan untuk tumpuan ketika sujud.
9.
Berdiri dengan
merapatkan kedua kaki.
10.
Miring ketika
shalat, menguap.
11.
Shalat dengan
menahan hadats, berhadapan dengan makanan.
12.
Memanjangkan kain
sampai ke tanah, menutup mulut (dakwatuna, www.dakwatuna.com).
6.
Halangan dalam Shalat Berjamaah
Menurut Hasan Husen Assegaf (https://hasansaggaf.wordpress.com) shalat
jamaah harus dilakukan dalam keadaan apapun kecuali jika terdapat udzur
(halangan), diantaranya :
1. Dalam keadaan hujan, becek dan angin kencang di malam
gelap.
2. Dalam keadaan sangat lapar dan haus dan di hadapannya
hidangan makanan dan minuman.
3. Menahan buang air besar dan air kecil sedang waktu masih panjang
untuk shalat.
4. Sakit yang membuatnya sulit shalat berjamaah.
5. Merawat orang sakit, karena melindnungi jiwa seorang
manusia yang lebih baik daripada menjaga berjamaah.
6. Menjaga orang yang sedang sekarat agar bisa diketahui
kematiannya.
7. Perjalanan ke masjid tidak aman karena takut terancam jiwa
dan harta.
D.
Keutamaan Shalat Berjamaah
1.
Kebaikan salat
berjamaah melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat.
2.
Setiap langkahnya
diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya satu dosa.
3.
Didoakan oleh
para malaikat.
4.
Terbebas dari
pengaruh atau kekuasaan setan.
5.
Memancarkan
cahaya yang sempurnadi hari kiamat.
6.
Mendapatkan
balasan yang berlipat ganda.
7.
Sarana penyatuan
hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung satu sama lain.
8.
Membiasakan
kehidupan yang teratur dan disiplin. Pembiasaan ini dilatih dengan mematuhi
tata tertib hubungan antara imam dan makmum.
9.
Merupakan pantulan
kebaikan dan ketaqwaan (Rasjid, 2011: 107).
Selain keutamaan, menurut Kahfi (2010: 8) juga
terdapat hikmah-hikmah apabila kita melakukan Shalat Berjamaah. Diantaranya :
1.
Shalat mencegah
pelakunya dari melakukan perbuatan keji dan mungkar.
Allah SWT berfirman : ”bacalah apa yang telah
diwahyukan kepadamu, yaitu Al-kitab(Al-Qur’an) dan dirikanlah shalat.
Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan-perbuatan) keji dan mungkar.
Dan sesungguhnya mengingat Allah (shalat) adalah lebih besar (keutamaannya dari
ibadat-ibadat yang lain). Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan”. (Al-‘Ankabut
[29]: 45).
2.
Shalat
membersihkan orang yang mendirikannya dari sifat-sifat tercela.
3.
Shalat membuat
para malaikat mendoakan orang yang mendirikannya, shalat juga mendekatkan orang
yang mendirikannya kepada Allah.
4.
Shalat merupakan
cahaya bagi orang beriman di dunia dan akhirat.
5.
Di surga ada
pintu masuk khusus untuk orang-orang yang menjaga shalatnya.
6.
Shalat sebagai
penghapus dosa dan kesalahan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
beberapa pemaparan mengenai beberapa hal dalam salat berjamaah, dapat ditarik
kesimpulan :
1.
Shalat berjamaah
adalah apabila dua orang salat bersama-sama dan salah seorang diantara mereka
mengikuti yang lain. Orang yang diikuti (yang di hadapan) dinamakan imam,
sedangkan yang mengikuti di belakang dinamakan makmum (Rasjid, 2011: 106).
2. Menurut Sarwat ( 2015: 86-91) di kalangan
ulama berkembang banyak
pendapat tentang hukum shalat berjamaah. Ada
yang mengatakan fardhu
`ain, sehingga orang yang tidak ikut shalat berjamaah berdosa. Ada yang mengatakan
fardhu kifayah sehingga bila sudah ada shalat jamaah, gugurlah kewajiban orang
lain untuk harus shalat berjamaah. Ada yang mengatakan bahwa shalat jamaah
hukumnya fardhu ‘Ain. Dan ada juga yang mengatakan hukumnya sunnah muakkadah.
3. Telah disyariatkan untuk menjalankan shalat 5 waktu secara
berjamaah kepada orang-orang dengan kriteria berikut : Muslim laki-laki,
Merdeka, Orang yang tidak punya halangan / uzur syar`I, dan hanya untuk shalat
fardhu yang 5 waktu saja,
4. Keutamaan salat berjamaah yaitu Kebaikan salat berjamaah
melebihi salat sendirian sebanyak 27 derajat. Rasjid (2011: 107), setiap
langkahnya diangkat kedudukannya 1 derajat dan dihapuskan baginya satu dosa,
didoakan oleh para malaikat, terbebas dari pengaruh atau kekuasaan setan,
memancarkan cahaya yang sempurnadi hari kiamat, mendapatkan balasan yang berlipat
ganda, sarana penyatuan hati dan fisik, saling mengenal dan saling mendukung
satu sama lain, membiasakan kehidupan yang teratur dan disiplin (Pembiasaan ini
dilatih dengan mematuhi tata tertib hubungan antara imam dan makmum), dan
merupakan pantulan kebaikan dan ketaqwaan.
B.
Saran-saran
Dari beberapa pemaparan diatas, disini kami
sebagai penulis mempunyai harapan maupun saran dengan ditulisnya makalah ini
maka :
1. Sebagai umat muslim hendaknya senantiasa selalu
melaksanakan shalat 5 waktu dengan Berjamaah, dikarenakan mengingat akan
keutamaan Shalat Berjamaah.
2. Untuk orang tua hendaknya senantiasa selalu memberikan
contoh yang baik dengan shalat Berjamaah sehingga dapat ditiru oleh sang anak
dan memantau sang anak agar senantiasa shalat Berjamaah.
3. Untuk Muadzin dalam shalat Berjamaah hendaknya tepat waktu
dalam melaksanakan tugasnya, agar masyarakat dapat mengetahui waktu sudah masuk
dilaksanakannya Shalat Berjamaah.
4. Untuk umat non muslim dapat menjaga sikap
toleransi ketika umat muslim sedang melaksanakan shalat Berjamaah.
DAFTAR PUSTAKA
Kahfi, Abdul. 2010. Sholat, Dzikir, dan
Doa. Jakarta: Kuwais.
Mu’is, Fahrur. 2011. Jangan Salat
Sendirian. Solo: Tinta Medina.
Rasjid, Sulaiman. 2011. Fiqih Islam.
Bandung: Sinar Baru Algensindo.
Http://abuzubair.files.wordpress.com. Diakses pada tanggal 27 November 2015.
Https://id.m.wikipedia.org/wiki/Salat_berjamaah. Diakses pada tanggal 28 November 2015.
Http://belajar-fiqih.blogspot.co.id. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Http://www.organisasi.org. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Https://hasansaggaf.wordpress.com. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Www.dakwatuna.com. Diakses pada tanggal 03 Januari 2016.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar